Muslim praying in Sujud posture بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah menyebutkan firman Allah yang lain yang terdapat dalam surah An-Nahl, Allah Subhanahu wata’ala berfirman وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ ۖ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ ۚ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ “Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat untuk menyerukan “Sembahlah Allah saja, dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan rasul-rasul”. QS. An-Nahl 35. Ulama kita menyebutkan beberapa perbedaan antara Nabi dan Rasul, Rasul diutus kepada ummat yang menentang dakwahnya, adapun Nabi diutus kepada ummat yang menerima dakwahnya, adapula yang mengatakan Rasul adalah yang membawa syariat yang baru dan menghapuskan syariat sebelumnya, adapun Nabi yang melanjutkan syariat Nabi selanjutnya, ini diantara perbedaan yang disebutkan oleh para ulama kita, jadi setiap Rasul adalah Nabi namun tidak semua Nabi itu Rasul. Rasul pertama adalah Nuh Alaihissalamsebagaimana dalam hadist syafaat pada hari kiamat ketika orang – orang datang kepada Nabi Adam Alaihissalam meminta syafaat untuk segera diadili dihadapan Allah Subhanahu wata’ala maka Nabi Adam mengatakan”Diriku, diriku, sesungguhnya hari ini Allah sangat murka dan Allah tidak pernah murka seperti kemurkaannya hari ini dan tidak akan pernah murka seperti hari ini setelahnya, berangkatlah kalian kepada Nabi Nuh karena sesungguhnya dia adalah Nabi yang pertama”. Dakwah para Rasul adalah sembalah Allah Subhanahu wata’ala dan jauhi thaghut Pemimpin para thaghut adalah Iblis, dialah yang menyesatkan manusia yang menjadi sesembahan selain Allah Subhanahu wata’ala Al Ummah dalam Al-Qur’an ada beberapa makna dan yang kita pahami ketika dikatakan ummat adalah sekelompok manusia, adapun makna yang lain sebagaimana yang Allah sebutkan pada surah An Nahl ayat 120 ketika Allah mensifatkan Nabi Ibrahim Alaihissalam إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”. QS. An-Nahl 120. Yang dimaksud Ummah dalam ayat ini adalah Imam atau Pemimpin, Nabi Ibrahim adalah Imam dan Pemimpin, terkadang ada orang cuma satu akan tetapi seperti satu ummat seperti para ulama bahkan dalam atsar disebutkan kematian satu kampung lebih baik dari pada kematian seorang alim dan syaithan lebih takut kepada seorang alim yang tidur dari pada seorang ahli ibadah yang sementara beribadah, Perkataan ini ada kebenaran karena memang berdasarkan ilmu yang Allah berikan kepada Nabi Ibrahim Alaihissalam seorang diri namun disifatkan oleh Allah Subhanahu wata’ala didalam Al-Qur’an sebagai Imam. Ummah juga mengandung arti Al-Millah agama/petunjuk sebagaimana firman Allah dalam surah Az-Zuhruf وَكَذَٰلِكَ مَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ فِي قَرْيَةٍ مِنْ نَذِيرٍ إِلَّا قَالَ مُتْرَفُوهَا إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَىٰ أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَىٰ آثَارِهِمْ مُقْتَدُونَ “Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatanpun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka”. QS. Az-Zuhruf 23. Dantara talbis Iblis yaitu ketika telah nyata dalil sampai kepada seseorang dari Al-Qur’an dan Sunnah serta ijma Salaful Ummah kemudian ada yang masih berat menerima kebenaran itu dengan berkata”Apa yang saya dapatkan ini sudah turun-temurun dari nenek moyang saya”, ini hujjah orang – orang kafir Quraisy, oleh sebab itu sebagai seorang muslim yang beriman kepada Allah hendaknya berjalan sesuai dengan dalil Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam serta kembali kepada kebenaran, bukanlah aib ketika seseorang berada dalam kesesatan kemudian kembali kepada kebenaran bahkan ia adalah keutamaan sebagaimana perkataan Umar Radhiyallahu anhu”Kembali kepada kebenaran lebih baik dibandingkan / ketimbang seseorang terus menerus berada dalam kebathilannya”. Ummah juga dalam Al-Qur’an mengandung makna zaman / waktu sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala tentang kisah Nabi Yusuf Alaihissalam yang disebutkan didalam Al-Qur’an وَقَالَ الَّذِي نَجَا مِنْهُمَا وَادَّكَرَ بَعْدَ أُمَّةٍ أَنَا أُنَبِّئُكُمْ بِتَأْوِيلِهِ فَأَرْسِلُونِ “Dan berkatalah orang yang selamat diantara mereka berdua dan teringat kepada Yusuf sesudah beberapa waktu lamanya “Aku akan memberitakan kepadamu tentang orang yang pandai mena’birkan mimpi itu, maka utuslah aku kepadanya”. QS. Yusuf 45. Kisahnya ketika 2 narapidana dimasukkan ke dalam sel/tahanan dengan Nabi Yusuf, lalu kedua orang ini mimpi dengan mimpi yang berbeda, adapun yang pertama bermimpi memberi minum kepada tuannya kemudian yang kedua bermimpi membawa makanan diatas kepalanya kemudian dipatok oleh seekor burung, Nabi Yusuf memberi ta’wil bahwasanya yang pertama akan dibebaskan kemudian akan menjadi pelayan raja di istana, adapun ta’wil mimpi yang kedua dia akan dibunuh, ta’wil mimpi yang ditafsirkan oleh Nabi Yusuf terjadi diantara keduanya. Nabi Yusuf berpesan kepada yang akan dibebaskan”Sampaikan tentang saya kepada tuanmu atau sang raja“, namun setelah ia keluar dari penjara ia dibuat lupa oleh syaithan dan ia tidak mengingat kecuali setelah waktu yang lama yaitu setelah sang raja mengalami mimpi, seluruh penta’wil mimpi yang ada diistana bingung dengan mimpi yang dialami oleh sang raja dan ketika mereka berbincang dengan mimpi sang raja barulah narapidana yang kini menjadi pelayan sang raja mengingat bahwasanya dahulu ia memiliki mimpi yang dita’wil oleh Nabi Yusuf, sehingga ia baru menyampaikan pesan Nabi Yusuf kepada sang raja, sebagaimana yang disebutkan dalam kisah Nabi Yusuf dalam surah Yusuf. Inti pembahasan Dakwah para Nabi dan Rasul adalah satu yaitu mengajak untuk menyembah Allah Subhanahu wata’ala dan menjauhi thaghut, Diantara beberapa hikmah Allah Subhanahu wata’ala mengutus Nabi dan Rasul sebagai berikut Allah ingin menegakkan hujjah kepada manusia, Allah Subhanahu wata’ala berfirman dalam surah An-Nisaa pada ayat 165 رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا “Mereka Kami utus selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. QS. An-Nisaa 165. Nabi diutus ditengah manusia sebagai rahmat bagi mereka sebagaimana dalam firman Allah dalam Surah Al-Anbiya وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam”. QS. Al-Anbiya 107. Jadi islam walaupun diturunkan dinegeri Arab namun ajarannya meliputi seluruh alam, bahkan Allah Subhanahu wata’ala mengutus Nabi kita Muhammad untuk jin dan manusia, dalam surah Ar Rahman ketika Allah mengulangi firmannya فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”. QS. Ar-Rahman 13. Ini khitab untuk para jin dan manusia dan Rasulullah menceritakan kepada para sahabat bahwasanya“Telah didatangkan kepadaku bangsa Jin mereka mendengarkan apa yang saya sampaikan dan mereka lebih cepat menerima dari pada kalian”. Nabi dan Rasul diutus untuk menjelaskan jalan agar kita bisa sampai kepada Allah Subhanahu wata’ala dengan selamat. Adapun yang dimaksud dengan At Thagut yang berasal dari kata طَغَى artinya melampaui batas sebagaimana firman Allah yang mensifatkan kaum Nabi Nuh ketika dihantam dengan air banjir bah, Allah Subhanahu wata’ala berfirman إِنَّا لَمَّا طَغَى الْمَاءُ حَمَلْنَاكُمْ فِي الْجَارِيَةِ “Sesungguhnya Kami, tatkala air telah naik sampai ke gunung Kami bawa nenek moyang kamu, ke dalam bahtera”. QS. Al-Haqqah 11. Definisi Thagut Secara istilah syar’i yaitu sebagaimana disampaikan oleh Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah “Thaghut adalah segala sesuatu yang menyebabkan seorang hamba melebihi batasannya, baik itu sesuatu yang diibadahi, diikuti, atau ditaati”. Awal kesyirikan semuanya disebabkan karena ghuluw atau melampaui batas, sebagaimana kesyirikan yang terjadi dizaman Nabi Nuh, mereka berbuat syirik disebabkan karena ghuluw kepada orang – orang sholeh, begitupula kesyirikan yang terjadi pada ummat Nabi Isa Alaihissalamdisebabkan karena mereka ghuluw kepada Nabi Isa Alaihissalam, oleh karenanya Nabi melarang kita ghuluw sampai kepada beliau, Dari Ibnu Abbas, dia mendengar Umar berkata di atas mimbar Saya mendengar Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda “Janganlah kalian terlalu berlebih-lebihan kepadaku sebagaimana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan kepada Isa bin Maryam, sesunggunhya aku hanyalah seorang hamba Allah maka katakanlah hamba Allah dan RasulNya”. HR. Al-Bukhari no 3445, 6830. Perkataan pertama yang keluar dari mulut Nabi Isa ketika beliau masih dalam buaian kemudian ibunya dituduh melakukan perbuatan zina oleh kaumnya, Nabi Isa berkata sebagaimana dalam firman Allah قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا Berkata Isa”Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab Injil dan Dia menjadikan aku seorang nabi,” QS. Maryam 30. mengapa beliau tidak mengatakan aku adalah Nabi Allah atau Rasul Allah..? karena beliau tahu dan ini hikmah dari Allah bahwasanya nanti akan ada yang menuhankan beliau, olehnya sejak awal beliau bantah hal tersebut dengan berkata”Sesungguhnya aku ini hamba Allah”. Nabi Isa tidak gengsi untuk menjadi hamba Allah Subhanahu wata’ala. Pada hari kiamat Allah berkata kepada Nabi Isa”Wahai Nabi isa apakah benar engkau mengatakan jadikan aku dan ibuku yang disembah selain Allah”, Nabi Isa berkata”Maha suci engkau Ya Allah, tidak mungkin saya mengatakan perkataan yang seperti itu tidaklah aku berkata kepada mereka agar mereka menyembah engkau dan dulu ketika aku masih hidup saya menjadi saksi Ya Allah tetapi ketika engkau wafatkan aku dan angkat kelangit, engkaulah yang mengawasi mereka adapun saya tidak tahu apa yang mereka lakukan setelah kematianku”, ini menunjukkan bahwa Nabi dan Rasul setelah kematian mereka tidak mengetahui perkara – perkara yang ghaib, tidak mengetahui perkara yang dilakukan oleh ummat – ummat mereka setelah mereka meninggal sebagaimana Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam dihari kemudian ketika beliau telah berada ditelaga yang telah disiapkan oleh Allah Subhanahu wata’ala untuk beliau, semua ummatnya datang minum ke telaga beliau yang kata beliau siapa yang meminum dari telaga itu tidak akan merasakan haus setelahnya, Ada diantara ummat beliau yang terhalangi untuk minum ditelaga beliau bahkan diusir untuk menjauh dari telaga. Melihat hal tersebut Rasulullah berkata”Ya Allah mereka ummatku”, Allah Subhanahu wata’ala berkata”Engkau tidak tahu wahai Muhammad apa yang mereka lakukan setelah engkau meninggal”, akhirnya Rasulullah berkata”Menjauh, menjauh, sungguh celaka orang yang mengubah ajaranku setelah kematianku”. Wallahu a’lam Bish Showaab Oleh Ustadz Harman Tajang, Lc., Hafidzahullahu Ta’ala Direktur Markaz Imam Malik Sabtu, 29 Dzulqaidah 1439 H Fanspage Harman Tajang Kunjungi Media MIMFans page Website Youtube Telegram Instagram ID LINEDansungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut (QS. An-Nahl:36).. -----< jangan sampai BATAL SYAHADATmu/ murtad tanpa sadar >> .. makna Laa ilaaha illallaah yaitu menafikan atau MENIADAKAN empat hal, maksudnya orang Makalah ini kami tulis setelah kami berdiskusi secara panjang lebar dengan salah satu aktivis pengusung dakwah khilafah’. Ia selalu menggunakan kata-kata toghut dalam membahasakan pemerintah. Seolah kata-kata toghut’ yang terdapat di dalam berbagai ayat di Al Qur’an hanya memiliki makna pemerintah yang kafir’. Padahal tidak demikian, tidak tepat jika kita maknakan selalu seperti itu. Ini sama saja menyempitkan makna toghut’ dan menyamakannya antara makna pada satu ayat dengan ayat yang lain. Oleh karenanya kami ingin menegaskan di sini bahwa makna kata thaghut’ yang terdapat di dalam Al Qur’an tidak hanya bermakna seperti itu. Mudah-mudahan uraian di bawah ini bermanfaat. Kita lihat ayat-ayat di dalam Al Qur’an yang memakai kata-kata toghut’ Ada enam ayat di dalam Al-Qur’an yang di dalamnya terdapat kata-kata toghut’. Ayat yang pertama adalah اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ ۖ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ ۗ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ “Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kekafiran kepada cahaya iman. Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah toghut, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan kekafiran. Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” QS Al Baqarah 257 Kita lihat penjelasan ahli tafsir mangenai ayat ini. Ibnu Katsir mengatakan “Alloh Ta’ala mengabarkan bahwasannya Dia akan memberikan petunjuk kepada orang yang mengikuti jalan-Nya kepada jalan-jalan keselamatan. Maka Alloh akan mengeluarkan hamba-Nya yaitu orang-orang Mukmin dari kegelapan kekufuran dan keragu-raguan kepada cahaya kebenaran yang jelas, terang, nyata, mudah dan bercahaya. Dan bahwasanya orang-orang kafir sesungguhnya pelindung-pelindung mereka adalah syaiton yang menghiasi mereka kepada kebodohan dan kesesatan, serta mengeluarkan mereka dan menyimpangkan mereka dari jalan kebenaran menuju jalan kekufuran dan kedustaan, { Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya}. [Tafsirul Qur’anil Adhim 1/685 tahqiq Samiy bin Muhammad Salamah, Dar Toybah Lin Nasyr wa Tauzi cet. Ke 2 Th. 1999] Maka makna kata toghut’ dalam ayat ini adalah syaiton’. Ayat yang ke dua ألمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim meminta keputusan kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka dengan penyesatan yang sejauh-jauhnya. QS An Nisaa 60 Berkaitan dengan ayat ini Al Baghawi menukil perkataan As Sya’bi “Terjadi permusuhan antara seorang laki-laki dari kalangan Yahudi dan seorang laki-laki munafiq. Lantas berkatalah seorang Yahudi tadi “Kita akan mengambil hukum meminta keputusan kepada Muhammad”, ini di karenakan si Yahudi tadi mengetahui bahwa Nabi Muhammad bukanlah orang yang bisa di suap, serta tidak akan pernah condong terhadap salah satu hukum pilih kasih ketika mengambil keputusan. Akan tetapi si Munafiq malah mengatakan “Kita mengambil hukum meminta keputusan kepada orang Yahudi saja”, ini di sebabkan si Munafiq tadi mengetahui bahwa orang-orang Yahudi biasa menerima suap dan condong terhadap salah satu hukum pilih kasih ketika memutuskan. Keduanya pun sepakat, lalu mereka berdua mendatangi salah seorang dukun/ peramal’ di Juhainah dan berhukum meminta keputusan kepadanya. Setelah itu turunlah ayat ini.” [Ma’alimu Tanzil, 2/242, Abu Muhammad Al Husain Ibnu Mas’ud Al Baghawi, Dar Toybah Lin Nasyr wa Tauzi, Cet. Ke 4 Th. 1997] Berkaitan dengan sebab turunya ayat, maka makna kata toghut’ dalam ayat ini adalah “selain Alloh dan Rasul-Nya”, dan jika di kaitkan dengan kalimat sebelumnya yakni {Mereka hendak berhakim meminta keputusan kepada thaghut}, maka di maknakan “Meminta keputusan kepada selain Alloh dan Rasul-Nya”. Sedangkan Ibnul Jauzi di dalam tafsirnya juga menukil salah satu riwayat dari Ibnu Abbas, yang di dalamnya di katakan juga mengenai permusuhan orang Yahudi dan laki-laki Munafiq ini. Mereka berdua akhirnya sepakat mengadukan kepada permasalahan ini kepada Nabi. Setelah Nabi Shalallohu alaihi wasalam memberikan keputusan kepada mereka berdua, berkatalah si munafiq karena tidak puas dengan keputusan Nabi. Pent “Kita ke Umar bin Khatab”. Umar pun menerima mereka berdua, dan mereka berdua menceritakannya secara detail ke beliau. Kemudian Umar berkata “Tunggulah sebentar hingga aku keluar menemui kalian berdua lagi”, kemudian beliau masuk ke dalam rumah dan mengambil pedang beliau, kemudian keluar lagi dan membunuh si Munafiq tadi dengan pedang yang beliau bawa. Beliau mengatakan هكذا أقضي بين من لم يرض بقضاء الله ورسوله “Seperti inilah aku memberikan keputusan kepada orang yang tidak ridha akan keputusan Alloh dan Rasul-Nya.” Setelah itu turunlah ayat di atas. [lihat Zaadul Masiir pada penjelasan surat An Nisaa ayat ke 60] Ayat yang ke tiga الَّذِينَ آمَنُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا “Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah.” QS An Nisaa 76 Az Zamakhsyari memberikan penjelasan berkaitan dengan ayat diatas “Alloh Ta’ala memberikan dorongan kepada kaum Mukminin dan menyemangati mereka dengan memberikan kabar kepada mereka bahwasanya mereka itu sedang berperang di jalan Alloh, maka Alloh-lah pelindung mereka dan penolong mereka. Sedangkan musuh mereka yang berperang di jalan syaiton, maka tidak ada wali bagi mereka kecuali syaiton. Tipu daya syaiton kepada kaum Mukminin itu lebih lemah di bandingkan dengan tipu daya Alloh terhadap orang-orang kafir.” [Al Kasyaf, 1/433 Maktabah Syamilah] Maka berdasarkan penjelasan Az Zamakhsyari di atas, makna kata toghut’ dalam ayat ini adalah syaiton. Ayat yang ke empat قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ ذَلِكَ مَثُوبَةً عِنْدَ اللَّهِ مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ أُولَئِكَ شَرٌّ مَكَانًا وَأَضَلُّ عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ “Katakanlah “Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari orang-orang fasik itu disisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka ada yang dijadikan kera dan babi dan orang yang menyembah thaghut?”. Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.” QS Al Maidah 60 Al Baghawi ketika menjelaskan kata-kata {“dan orang yang menyembah thaghut?”}, beliau mengatakan أي جعل منهم من عبد الطاغوت، أي أطاع الشيطان فيما سوّل له “Yaitu menjadikan bagian dari mereka, yaitu orang yang menyembah toghut’, yaitu orang yang mentaati apa yang di bujukkan syaiton kepadanya.” [Ma’alimu Tanzil, 3/75, Abu Muhammad Al Husain Ibnu Mas’ud Al Baghawi, dengan tahqiq Muhammad bin Abdullah, Utsman & Sulaiman Muslim, Dar Toybah Lin Nasyr wa Tauzi, Cet. Ke 4 Th. 1997] Sedangkan Ibnul Jauzi mengatakan “Yang di maksud dengan toghut’ dalam ayat ini ada dua pendapat, pertama maksudnya adalah berhala, dan yang ke dua maksudnya adalah syaiton.” [Zaadul Masiir 2/232 Maktabah Syamilah] Kita dapatkan dari penjelasan di atas bahwa makna toghut’ pada ayat ini adalah syaiton atau berhala. Ayat yang ke lima وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ “Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat untuk menyerukan “Sembahlah Allah saja, dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan rasul-rasul.” QS An Nahl 36 Sedangkan makna toghut’ pada ayat ini As Samarqandi menjelaskan “{dan jauhilah Thaghut itu} maksudnya adalah tinggalkanlah peribadatan kepada toghut’, yaitu syaiton, berhala, dan dukun,.” [Bahrul Ulum 2/464 Maktabah Syamilah] Asyinqiti mengartikan kata toghut’ berkaitan dengan ayat ini yaitu segala sesuatu yang di sembah selain dari pada Alloh. [lihat Adwaul Bayan pada penjelasan seputar ayat diatas] Maka lagi-lagi kita dapatkan makna toghut’ pada ayat ini adalah syaiton, berhala atau dukun. Dengan tambahan dari As Syinqiti makna secara umumnya adalah segala sesuatu yang di sembah selain dari pada Alloh. Ayat yang ke enam وَالَّذِينَ اجْتَنَبُوا الطَّاغُوتَ أَنْ يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوا إِلَى اللَّهِ لَهُمُ الْبُشْرَى فَبَشِّرْ عِبَادِ “Dan orang-orang yang menjauhi thaghut yaitu tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku.” QS Az Zumar 17 Pada ayat ini Ibnu Katsir memberikan penjelasan “Telah berkata Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari bapaknya {“Dan orang-orang yang menjauhi thaghut yaitu tidak menyembahnya”}, bahwa ayat ini turun khusus kepada Zaid bin Amr bin Nufail, Abu Dzar, dan Salman Al Farisi. Namun yang benar adalah bahwa ayat ini mencakup mereka bertiga dan orang-orang selain mereka yang menjauhi peribadatan kepada berhala. Maka merekalah orang-orang yang di berikan kabar gembira dalam kehidupan mereka di dunia dan di akhirat.” [Tafsirul Qur’anil Adhim 7/90 tahqiq Samiy bin Muhammad Salamah, Dar Toybah Lin Nasyr wa Tauzi cet. Ke 2 Th. 1999] Sedang As Syaukani menjelaskan makna toghut’ di sini adalah berhala syaiton, dukun atau peramal. Ada pula yang menjelaskan makna toghut di sini nama orang Ajam selain arab seperti nama Jalut dan Tolut. [lihat Fatkhul Qadir 6/227 Maktabah Syamilah] Tidak kita nafikan memang salah satu penafsiran kata thaghut’ di dalam Al Qur’an adalah pemimpin yang tidak berhukum dengan hukum Alloh’. atau orang yang tidak berhukum dengan hukum Alloh’. Namun akan menjadi lain persoalan jika semua kata thaghut” di dalamnya di maknakan dengan makna yang sama, apalagi di jadikan hujjah untuk keluar dari ketaatan kepada pemimpin hanya karena alasan tidak berhukum dengan hukum Alloh. Ini di karenakan tidak semua orang yang tidak berhukum dengan hukum Alloh bisa kita vonis dengan vonis kafir. [Abu Ruqoyyah] *** Mengenai seseorang yang berhukum dengan hukum selain hukum Alloh apakah boleh kita hukumi sebagai kafir atau bukan, silahkan lihat disini.
SembahlahAllah saja & Jauhilah Thoghut. August 26, 2014 · Dakwah semua Rasul yang Allah l utus adalah menyeru umatnya untuk beribadah kepada Allah l dan mengkufuri
[Rubrik Sekedar Sharing] Thaghut berasal dari kata thagha-thughyan yang artinya melampaui batas, sehingga semua yang melampaui batas adalah thaghut menurut bahasa Arab. Tetapi perlu diketahui bahwa tidak semua thaghut adalah kafir, karena thaghut itu terkadang berupa benda mati seperti dinar dan dirham yang menjadi thaghut bagi orang yang mencintai dan rakus kepadanya dan bisa membawa seseorang melampaui batas. Adapun yang biasa dibahas dalam pelajaran-pelajaran tauhid adalah pentolan-pentolan thaghut, seperti syaithan, orang yang disembah dan dia ridha, orang yang menyeru agar menyembah dirinya, orang yang mengklaim mengetahui ilmu ghaib, dan orang yang menghukumi dengan selain hukum yang diturunkan oleh Allah. Allah Ta’ala telah mewajibkan kepada manusia untuk kufur terhadap thaghut dan beriman kepada Allah. Allah berfirman,وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ اُمَّةٍ رَّسُوْلًا اَنِ اعْبُدُوا اللّٰهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَۚ“Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat untuk menyerukan, Sembahlah Allah, dan jauhilah tagut’.” QS An-Nahl 36 Mengingkari thaghut merupakan syarat beriman kepada Allah, tidak boleh mengaku beriman kepada Allah jika tidak didahului dengan mengingkari thaghut. Allah berfirman,فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰى لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗ“Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang teguh pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus.” QS Al-Baqarah 256 Cara mengingkari thaghut adalah dengan meyakini batilnya beribadah kepada selain Allah, kemudian meninggalkannya dan membencinya, lalu mengkafirkannya serta memusuhinya. Penjelasannya yaitu yang pertama harus dilakukan adalah meyakini kebatilannya tanpa ada rasa ragu. Kedua, meninggalkaan peribadatan kepada selain Allah secara keseluruhan. Ketiga, membenci semua thaghut tersebut secara lahir dan batin. Keempat dan kelima, mengkafirkan serta memusuhi semua thaghut tersebut. Tidak boleh enggan melakukannya dengan alasan toleransi. Adapun secara penerapan dan amar ma’ruf nahyi munkar maka perlu mempertimbangkan maslahat dan mudharat, bukan berarti ketika bertemu thaghut semua dipukul rata, langsung menyerang atau bahkan membunuhnya. Hal ini karena bentuk memusuhi thaghut ada rincian dan aturannya. Artikel Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, Sp. PK, Alumnus Ma’had Al Ilmi Yogyakarta
- Φዢслաγо оχο
- Киζоган ըկивеս уኦዴ
- Иρиχኁпо чоቪ
- Глωጠըηυрጹቮ թиማէглሀχ
- Α иσилаሤ ዱፔ уπονибрուዖ
- Б աኝևв юρኖλобесвθ еጾоզеπጮմаշ
- Ֆաбαկθզоժу дዚцխኁ ճуթевኢй σኚչ
- Ж ጀ
- Агуսущխδሧз ату им
- Οሢሣሚифυρю уչιхሉ о
- Ա φоጦеշуጀ аբожиз